Ekosistem Laut Semakin Rusak, Mengingat Kembali Kebijakan Menteri Susi Soal Cantrang

Kabar24

Terjadi kontoversi sejak Sandiaga Uno bermaksut melegalkan penggunaan cantrang. Sebenarnya apa dampak cantrang itu sendiri?

Susi Pudjiastuti adalah menteri perikanan sekarang yang banyak menjadi sorotan semenjak menjabat. Pemilik Susi Air tersebut  telah banyak melakukan perubahan di sektor kemaritiman Indonesia. Kinerja Menteri Susi yang revolusioner tersebut tidak banyak manuai sentimen negatif dari lawan politiknya. Terakhir menteri perikanan Indonesia tersebut dipertanyakan kebijakannya oleh Sandiaga Uno perihal pelarangan cantrang. Padahal penggunaan cantrang oleh kementrian kelautan sendiri memang dianggap merusak ekosistem laut.

Menelusuri kembali kinerja Menteri Susi dan Kasus Cantrang

Penggunaan Cantrang (mediaindonesia.com)

Dalam kampanyenya, calon wakil presiden Sandiaga Uno mengumbar janji kepada para nelayan di Lamongan, perihal legalitas penggunaan cantrang kembali ketika dirinya terpilih. Susi Pujdiastuti yang merupakan menteri perikanan sekarang ternyata tidak terlalu ambil pusing dengan statemen Sandiaga Uno tersebut, dilansir dari detik.com dirinya hanya menanggapi dengan kalimat “Kasihan saja,” apa maksutnya? Mari kita melihat ke belakang tentang cantrang.

Sejak 2009 wacana pelarangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan sebenarnya sudah beredar. Hal tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang meminta penggunaan cantrang harus dihentikan. Susi mengungkapkan jika  penggunaan cantrang dinilai merugikan bagi biota laut.

Baru pada tahun 2015, saat Susi menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, larangan penggunaan cantrang sudah memiliki hukum yang jelas. Sikap tegas pemilik Susi Air tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Meskipun peraturan tersebut sudah ketok palu alias sah, juga sempat menuai pro dan kontra. Pengesahan peraturan tersebut, beberapa kali juga diberi kelonggaran jangka waktu, dan terhitung sejak dikeluarkan peraturan tersebut (sejak 8 Januari 2015) sudah tiga kali dilonggarkan. Pertama diperpanjang hingga Desember 2016 melalui Surat Edaran Nomor 72/MEN-KP/II/2016, mengenai Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di WPPNRI. Perpanjangan tersebut dikarenakan pemerintah belum menuntaskan pengganti alat cantrang ke nelayan.

Hingga Juni 2017 perpanjangan kembali dilakukan, melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.664/DJPT/PI.220/VI/2017 dan puncaknya melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.743/DJPT/PI.220/VII/2017 mengenai Pendampingan Peralihan Alat Penangkap Ikan Pukat Tarik dan Pukat Hela di WPPNRI. Pelonggaran terakhir tersebut memberikan pelonggaran terhadap penggunaan alat tangkap cantrang, sebelum Kementerian Kelautan benar-benar memberlakukan pelarangan cantrang di awal 2018. Di luar hal-hal politis, peraturan yang digalakkan oleh Menteri Perikanan Indonesia tersebut memang bertujuan untuk menjaga kelestarian biota laut. Penggunaan cantrang secara terus menerus selain dinilai menguntungkan nelayan tentu juga akan merusak ekosistem laut, terlebuh terumbu karang.  Saat ini konservasi terumbu karang di perairan Indonesia terus dilakukan secara masif. Susi Pudjiastuti bahkan berani mengklaim saat ini terumbu karang di Indonesia yang dalam kondisi bagus kurang dari 50 persen!