Melihat Anggaran Pertahanan dari Kacamata Jendral Purn. Moeldoko

Kabar24

Anggaran pertahanan di era Jokowi dinilai sedikit oleh Prabowo. Bagaimana sebenarnya?

Kandidat presiden 2019 sampai 5 tahun ke depan agaknya masih sulit untuk diprediksi. Keduanya sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal tersebut terlihat dari debat yang dilakukan oleh kedua paslon, baik calon presiden atau wakilnya. Salah satu hasil perdebatan yang sampai saat ini ramai diperbincangkan adalah masalah anggaran pertahanan Indonesia di era petahana Jokowi.

Anggaran pertahanan indonesia 2019 dinilai masih terlalu kecil.

Hal tersebut disampaikan oleh salah satu capres 2019, Prabowo, pada debat ke-4. Prabowo membandingkan anggaran pertahanan dan keamanan dengan Singapura. Ia menyebutkan bahwa anggaran pertahanan Indonesia hanya 5% dari APBN, dan 0,08% dari GDP. Sementara Singapura menganggarkan 30% dari APBN dan 3% dari GDP.

Anggaran pertahanan dan keamanan Indonesia memang dinilai bukan menjadi anggaran prioritas. Meskipun anggaran pertahanan dan keamanan pada tahun 2019 telah mengalami peningkatan pada tahun sebelumnya. Di era pemerintahan Jokowi justru sedang memfokuskan pada fungsi pelayanan umum. Adanya peningkatan pada fungsi pelayanan umum tersebut dianggarkan sebesar Rp87,4 Triliun. Sedangkan pada fungsi ekonomi juga mendapatkan porsi terbesar setelah fungsi pelayanan umum, yaitu sebesar Rp389,6 Triliun. Fokus yang dilakukan di era Jokowi  sengaja ditujukan untuk mendukung percepatan ekonomi dengan berbagai pembangunan infrastruktur, transformasi, energi, kedaulatan pangan, dan pengembangan UMKM dan koperasi.

Moeldoko menanggapi kritik Prabowo

Wacana anggaran pertahanan yang muncul di debat ke-4 tentunya memancing reaksi dari berbagai pihak, salah satunya adalah Jendral (Purn.) Moeldoko. Ia justru mengkritik Prabowo yang seolah lebih mementingkan anggaran pertahanan daripada anggaran fungsi pelayanan umum seperti yang terjadi pada era Jokowi. Moeldoko juga memuji kebijakan anggaran yang dikeluarkan petahana sekaligus salah satu calon presiden 2019, Jokowi. “Kalau semuanya ditaruh untuk membangun tentara,  nanti bagaimana dengan kesejahteraan masyarakat? Nanti marah dong masyarakat, semua anggaran diberikan untuk militer,” kata Moeldoko seperti yang dikutip dari nasional.kompas.com.

Sebagai mantan Panglima TNI, Moeldoko ikut membenarkan kebijakan yang diambil oleh Jokowi.  Meskipun anggaran belanja untuk membeli berbagai alat pertahanan dinilai sedikit, Jokowi tetap tidak melupakan keamanan dan pertahanan negara. Hal tersebut terbukti dengan adanya kebijakan yang memberikan kesejahteraan prajurit, memperkuat satuan pertahanan di wilayah perbatasan dengan membangun divisi dan armada baru, pembelian alat utama sistem pesenjataan yang sesuai dengan kebutuhan, dan yang paling penting adalah adanya anggaran negara sekaligus kepentingan transfer of knowledge dan transfer of technology. Moeldoko juga mencontohkan Korea Utara dan Korea Selatan. Kedua negara tersebut memang memiliki peluang invasi fisik besar sehingga mau tidak mau kedua negara tersebut harus membangun pertahanan  sekuat mungkin. Berbeda dengan Indonesia. “Kita belum bisa mendefinisikan musuh kita dengan betul. Jadi kita enggak punya musuh yang memiliki senjata nuklir,” ujar Moeldoko. Moeldoko justru mewaspadai ancaman yang datang dari dalam negeri yang berupa konflik masyarakat yang akhir-akhir ini banyak terjadi. Sebagai calon presiden 2019 Indonesia, baik Jokowi maupun Prabowo, seharusnya juga menyadari kekhawatiran  Moeldoko.